Selasa, 27 Maret 2012


I'm Rike Rusliawati, I like to try something new. As of this moment I am doing at this college, which I tried to take a direction that is very different from that of the direction that I took at the time in high school. Although I have a lack in self confidence, but I feel confident and challenged to live a new thing, although it must learn from scratch again.

            In addition, the new things that I get after I became a student is, I have to get used to learn to live independently away from their parents. But that does not make me desperate and lazy to go to college. But I must point out that I could learn to become better people and do not easily give up in doing things, though only with independence.

Jumat, 09 Maret 2012

Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap sesama

Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap sesama

            Sungguh sangat memprihatinkan negeri ini, di tengah kemewahan dan ribuan kendaraan yang super mewah masih ada saja masyarakat kalangan atas yang mempunyai sedikit akan kesadaran. Ia tidak pernah melihat kehidupan masyarakat kalangan bawah.
            Sekilas kisah tentang kehidupan masyarakat kalangan bawah. Ada sebuah keluarga yang terdiri dari 2 (dua) anak  usia dini dan seorang  ayah. Ia hidup di bawah perlintasan rel kereta api, dengan bermata pencaharian sebagai pemulung. Dengan kehidupan yang sangat memprihatinkan, suatu ketika salah satu anaknya menderita penyakit muntaber. Semakin hari penyakitnyapun semakin memburuk. Karena kondisi ekonomi yang tidak mencukupi, anak itu hanya di bawa ke puskesmas terdekat. Sang ayahpun berupaya membawa anaknya ke rumah sakit, tetapi dengan pendapatan uang 10.000 perhari, sang ayahpun mengurungkan niatnya. Ia memilih untuk merawat anaknya sendiri, dan berharap penyakit anaknya sembuh dengan sendirinya. Ia pun meminta bantuan kepada penduduk sekitar, tetapi upaya sang ayah sia-sia. Ayah itupun tetap berusaha mencari nafkah untuk memperjuangkan hidup anaknya dengan cara tetap mengajak ke-dua anaknya. Meskipun anaknya yang sakit hanya terbaring lemas di dalam gerobak dan di kerumuni banyak sampah.  Karena tidak kuasa melawan penyakitnya, akhirnya sang anak menghembuskan nafas terakhirnya tepat didepan sang ayah dengan terbaring didalam gerobak yang kotor. Karena keterbatasan ekonomi, sang ayah tidak dapat mengkafani sang anak dengan layak, apalagi sampai menyewa mobil ambulance.
            Karena sang ayah berharap mendapatkan bantuan dari sesama pemulung,ia mendorong gerobaknya sampai stasiun dan ingin membawanya ke kampung kramat, tepatnya di bogor. Tetapi sesampainya di stasiun, sang ayah dicurigai oleh seorang satpam. Satpam itupun melaporkan keadaan ayah dan anaknya ke kantor polisi, dan polisi tidak mempercayai bahwa si anak meninggal malah menyuruhnya ke rumah sakit untuk di autopsi.  Sesampainya dirumah sakit sang ayah meyakinkan pihak rumah sakit kalau anaknya meninggal karena sakit muntaber, kemudian sang ayah meminta surat kepada pihak rumah sakit untuk membawa anaknya pulang, dan akhirnya pihak rumah sakitpun mengabulkan permintaan sang ayah, tanpa menawarkan bantuan ambulance untuk membawa jenazah anaknya. Dan mirisnya sang ayah tetap membawa anaknya dengan berjalan kaki dan menggendong anaknya sampai stasiun.
            Dari kisah tersebut, dapat dilihat bahwa ketidakpedulian masyarakat terhadap sesama masih membudaya.  Mereka hanya memandang sebelah mata kehidupan masyarakat kalangan bawah, seharusnya pemerintah menyediakan atau memberi dukungan kepada masyarakat yang kurang mampu, dengan cara menyediakan ambulance gratis.  Tidak hanya itu, masyarakat yang mampu pun seharusnya ikut memberikan bantuan terhadap orang yang kurang mampu, agar dapat meringankan beban mereka.